scoundrelxv

funny and amazing

Featured Posts Coolbthemes

Mana Menurut Anda, Gubernur yang Bodoh atau Walikota yang Bodoh?

78Share

Berada di Surabaya, mau tidak mau saya ingat Walikota Risma yang berbeda pendapat dengan Gubernur Jawa Timur. Risma tidak setuju jalan tol dari pelabuhan ke Waru. Gubernur dan pemerintah nasional menginginkannya.

Belakangan ini makin sering kita dengar kasus perbedaan antara walikota dan gubernurnya. Joko Widodo, walikota Solo, menolak mall yang dimajukan oleh Gubernurnya. Anda mungkin mendengar hal serupa di kota lain?

Terlalu mudah menduga-duga ada persaingan kuasa di balik semuanya.  Menurut pendapat saya, jauh lebih penting menyadari ada hal substantif yang mendasar dan sehat. Saya khawatir kalau  cuma ditinjau secara politik akan banyak spekulasi dan gosip, serta tidak produktif.

Perbedaan antara para gubernur dan walikota itu menyangkut pemahaman dan pendekatan pembangunan. Ini soal intelektual. Karena itu tidak salah juga Gubernur Jawa Tengah menggunakan istilah "bodoh," meskipun tentu saja belum pasti siapa yang bodoh.

Walikota Surabaya dan Solo menekankan pentingnya kenyamanan-hidup di dalam kota masing-masing. Sementara para gubernur menekankan keterhubungan bagian-bagian di dalam provinsinya, demi pembangunan ekonomi yang "dianggap" akan terpacu oleh pembangunan jalan tol dan mall.

Walikota Solo menghendaki pertumbuhan yang tersebar di kalangan pasar, yang unggul dari segi pemerataan dan sosialitas. Kata arsitek Yuli Kusworo, "Pasar hidup karena ada orang, bukan barang."

Di Solo bukan tidak ada mall. Hanya, sudah cukup, demikian kira-kira pandangan walikota. Jadi ada dialektika konsep-konsep pembangunan. Tetapi dialektika ini hanya menjadi konstruktif bila masyarakat terlibat pula mendebatkannya secara berpengetahuan sehingga dapat berkembang menjadi pilihan-pilihan beragam, tidak tunggal.

Bagaimana dengan Jakarta?

Jakarta tidak punya walikota otonom. Walikota di Jakarta itu PNS, bukan pejabat pilihan rakyat. Juga tidak ada DPRD tingkat kota. Karena itu ketika ada proyek jalan tol di dalam kota Jakarta,  tidak ada kemungkinan walikota menandingi dengan konsep alternatif. Yang menentang adalah sebagian warga yang harus langsung berhadapan dengan Gubernur.

Walikota paling-paling hanya dapat meneruskan keberatan warga ke Gubernur, bila pun warga datang ke dia. Tidak ada proses publik (politik?) yang institusional memajemukkan pilihan.

Perlukah membentuk kotamadya otonom di Jakarta? Gagasan ini sudah sering disuarakan, tapi umumnya dianggap tidak perlu, dan dikhawatirkan menyebabkan disintegrasi.

Di lain pihak, suatu kota dengan penduduk 9 juta yang hanya diatur secara langsung melalui satu DPRD dan satu kepala daerah mungkin terasa seperti suatu "sentralisasi." (Beberapa provinsi di Indonesia berpenduduk kurang dari lima juta, dan memiliki beberapa wilayah otonom di bawahnya).

Idealnya, lebih banyak daerah otonom justru dapat meningkatkan integrasi yang sejati, karena lebih banyak lembaga otonom dapat memproses lebih banyak pilihan kebijakan publik secara lebih efektif. Tapi, akan efisienkah?

sumber
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul . Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://scoundrelxv.blogspot.com/2011/07/mana-menurut-anda-gubernur-yang-bodoh.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown -